Merger berasal dari kata “mergere” (Latin) yang artinya bergabung
bersama, menyatu, Berkombinasi
menyebabkan hilangnya identitas karena terserap atau tertelan sesuatu
Pengertian Merger adalah penggabungan dua perusahaan
menjadi satu, dimana perusahaan yang me-merger mengambil/membeli semua assets
dan liabilities perusahaan yang di-merger dengan begitu perusahaan yang
me-merger memiliki paling tidak 50% saham dan perusahaan yang di-merger
berhenti beroperasi dan pemegang sahamnya menerima sejumlah uang tunai atau
saham di perusahaan yang baru (Brealey,
Myers, & Marcus, 1999, p.598).
Definisi merger
yang lain menurut Harianto dan Sudomo, 2001, p.640:
yaitu sebagai penyerapan dari suatu perusahaan oleh perusahaan yang lain. Dalam
hal ini perusahaan yang membeli akan melanjutkan nama dan identitasnya.
Perusahaan pembeli juga akan mengambil baik aset maupun kewajiban perusahaan
yang dibeli. Setelah merger, perusahaan yang dibeli akan kehilangan/berhenti
beroperasi (Harianto dan Sudomo, 2001, p.640).
Bentuk – bentuk Merger
1.
Merger Horisontal
Merger horizontal adalah merger antara dua atau lebih perusahaan yang
bergerak dalam industri yang sama. Salah satu tujuan utama merger dan akuisisi
horizontal adalah untuk mengurangi persaingan atau untuk meningkatkan efisiensi
melalui penggabungan aktivitas produksi, pemasaran dan distribusi, riset dan
pengembangan dan fasilitas administrasi. Efek dari merger horizontal ini adalah
semakin terkonsentrasinya struktur pasar pada industry tersebut.
2.
Merger vertical
Merger vertical adalah integrasi yang melibatkan perusahaan – perusahaan
yang bergerak dalam tahapan – tahapan proses produksi atau operasi. Merger dan
akuisisi vertical dilakukan oleh perusahaan – perusahaan yang bermaksud untuk
mengintegrasikan usahanya terhadap pemasok dan/atau pengguna produk dalam
rangka stabilisasi pasokan dan pengguna.
3. Merger
Konglomerat
Merger konglomerat adalah merger dua atau lebih perusahaan yang masing –
masing bergerak dalam industry yang tidak terkait. Merger dan akuisisi
konglomerat terjadi apabila sebuah perusahaan berusaha mendiversifikasi bidang
bisnisnya dengan memasuki bidang bisnis yang berbeda sama sekali dengan bisnis
semula.
4. Merger Ekstensi Pasar
Merger ekstensi pasar adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih
perusahaan untuk secara bersama – sama memperluas area pasar. Tujuan merger dan
akuisisi ini terutama untuk memperkuat jaringan pemasaran bagi produk masing –
masing perusahaan.
5. Merger
Ekstensi Produk
Merger ekstensi produk adalah merger yang dilakukan oleh dua atau lebih
perusahaan untuk memperluas lini produk masing – masing perusahaan. Merger dan
akuisisi ini dilakukan dengan memanfaatkan kekuatan departemen riset dan
pengembangan masing – masing untuk mendapatkan sinergi melalui efektifitas
riset sehingga lebih produktif dalam inovasi.
Alasan-alasan Melakukan Merger
Ada
beberapa alasan perusahaan melakukan penggabungan baik melalui merger, yaitu :
a.
Pertumbuhan atau diversifikasi, Perusahaan
yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun
diversifikasi usaha dapat melakukan merger maupun akuisisi. Perusahaan tidak
memiliki resiko adanya produk baru. Selain itu, jika melakukan ekspansi dengan
merger dan akuisisi, maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau
mengurangi persaingan.
b.
Sinergi, Sinergi dapat tercapai ketika
merger menghasilkan tingkat skala ekonomi (economies of scale). Tingkat skala
ekonomi terjadi karena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang
lebih besar daripada jumlah pendapatan perusahaan ketika tidak merger. Sinergi
tampak jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang
sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berlebihan dapat dihilangkan.
c.
Meningkatkan dana, Banyak
perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal,
tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi eksternal. Perusahaan
tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi
sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban
keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah.
d.
Menambah ketrampilan manajemen atau teknologi, Beberapa
perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi
pada manajemennya atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat
mengefisiensikan manajemennya dan tidak dapat membayar untuk mengembangkan
teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki
manajemen atau teknologi yang ahli.
e.
Pertimbangan pajak, Perusahaan
dapat membawa kerugian pajak sampai lebih 20 tahun ke depan atau sampai
kerugian pajak dapat tertutupi. Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat
melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan
kerugian pajak. Pada kasus ini perusahaan yang mengakuisisi akan menaikkan
kombinasi pendapatan setelah pajak dengan mengurangkan pendapatan sebelum pajak
dari perusahaan yang diakuisisi. Bagaimanapun
merger tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari
tujuan memaksimisasi kesejahteraan pemilik.
f.
Meningkatkan likuiditas pemilik, Merger
antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar.
Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih
mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih
kecil.
g.
Melindungi diri dari pengambilalihan, Hal
ini terjadi ketika sebuah perusahaan menjadi incaran pengambilalihan yang tidak
bersahabat. Target firm mengakuisisi perusahaan lain, dan membiayai
pengambilalihannya dengan hutang, karena beban hutang ini, kewajiban perusahaan
menjadi terlalu tinggi untuk ditanggung oleh bidding firm yang berminat
(Gitman, 2003, p.714-716).
Kelebihan Merger dan kekurangan Merger
Menurut Harianto dan Sudomo, 2001, p.641, kelebihan Merger, Pengambilalihan melalui merger lebih
sederhana dan lebih murah dibanding pengambilalihan yang lain. Sedangkan kekurangan
Merger ,
Dibandingkan akuisisi merger memiliki
beberapa kekurangan, yaitu harus ada persetujuan dari para pemegang saham
masing-masing perusahaan,sedangkan untuk mendapatkan persetujuan tersebut
diperlukan waktu yang lama. (2001, p.642)
Pada intinya Merger mempunyai segi positif dan negatif antara lain:
A. Dampak positifnya antara lain:
A. Dampak positifnya antara lain:
Ø Dimungkinkannya
pertukaran cadangan cash flow secara internal antar perusahaan yang melakukan
merger, sehingga bank hasil merger dapat memanage risiko likuiditas dengan
lebih fleksibel.
Ø Diperolehnya
peningkatan modal perusahaan (biasanya CAR akan meningkat tetapi tidak terlalu
cukup tinggi) dan adanya keunggulan dalam memanage biaya akibat bertambahnya
skala usaha.
Ø Dicapainya
keunggulan market power dalam persaingan, yang kemudian dapat memperbesar
margin bunga pinjaman.
B. Dampak negatifnya
antara lain:
Ø Karena
proses merger biasanya dilakukan atas dorongan untuk cepat terselesaikannya
kemelut keuangan di salah satu bank peserta, maka harga penjualan sahamnya
cenderung akan dinilai dibawah harga pasar yang wajar.
Ø Proses
merger biasanya diikuti dengan peningkatan ketidakpastian pada pihak direksi,
manajer dan karyawan.
Ø Proses
merger perbankan nasional di Indonesia biasanya diikuti dengan pengurangan
jumlah pegawai dan staf kurang profesional di perusahaan perbankan hasil
merger.
Ø Terjadinya
benturan kepentingan, kondisi saling curiga dan bahkan konflik diantara para
anggota komisaris dan direksi. Hal ini terjadi jika bank hasil merger tersebut
dikuasai oleh lebih satu pemegang saham pengendali.
Ø Kegiatan
merger dalam dua tahun pertama cenderung diikuti dengan strategi efisiensi
sehingga hal ini akan mengurangi semangat dan kreativitas dari sebagian pihak
direksi dan staf profesional.
Ø Benturan
budaya perusahaan tidak dapat dielakkan sehingga perusahaan hasil merger akan
mengalami penurunan dalam jangka pendek
Sumber data :
http://id.scribd.com/doc/23405331/Pengaruh-Merger-Dan-Akuisisi
(Senin, 03 juni 2013 : 10.45)
Contoh Merger : PT. Bank CIMB Niaga ( Bank Niaga + Lippo Bank )
Salah satu strategi yang dapat
dilakukan adalah melalui penggabungan usaha. Penggabungan usaha adalah
penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entity ekonomi
karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali
atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha pada umumnya
dilakukan dalam bentuk merger, akuisisi, dan konsolidasi. Merger dan akuisisi
merupakan suatu cara pengembangan dan pertumbuhan perusahaan.
Contoh yang paling kuat saat ini
adalah dorongan dari Bank Indonesia melalui kebijakan single presence agar
bank-bank nasional melakukan merger agar menjadi lebih efisien, lebih kokoh
dalam permodalan sehingga memiliki daya saing yang kuat secara internasional.
Dorongan yang sama pun berlaku di perusahaan-perusahaan sekuritas, asuransi dan
lainnya dengan sasaran akhir yang sama pula.
Merger di Indonesia secara umum
diatur dalam Undang-undang No.1/1995 mengenai Perseroan Terbatas, Peraturan
Pemerintah No. 27/1998 mengenai Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
Perseroan Terbatas, Peraturan Pemerintah No. 28/1999 mengenai Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank dan peraturan-peraturan lain yang terkait. Untuk
perusahaan Terbuka, merger diatur dalam Peraturan Bapepam No. IX.G.1 mengenai
Penggabungan dan Peleburan Usaha Perusahaan Public atau Emiten.
Proses hukum (prosedur) yang harus dilalui oleh perseroan yang
hendak melakukan merger (penggabungan) adalah sebagai berikut:
A. Memenuhi syarat-syarat
penggabungan
Syarat umum penggabungan ini diatur dalam Pasal 126 UU No. 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas (“UUPT”) jo. Pasal 4 ayat (1) PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas (“PP 27/1998”) bahwa perbuatan hukum
Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan wajib memperhatikan
kepentingan:
Ø Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan
Ø Kreditor dan mitra usaha
lainnya dari Perseroan
Ø Masyarakat dan persaingan
sehat dalam melakukan usaha.
Dalam buku “Hukum
Perseroan Terbatas”, M.
Yahya harahap, S.H (hal. 486) menyatakan bahwa syarat-syarat tersebut
bersifat “kumulatif”, sehingga satu saja di antaranya dilanggar, mengakibatkan
perbuatan hukum penggabungan tidak dapat dilaksanakan.
Lebih
lanjut, Yahya harahap menambahkan
bahwa selain syarat tersebut, Pasal 123
ayat (4) UUPT menambah satu lagi syarat bagi Perseroan tertentu yang
akan melakukan penggabungan syaratnya, perlu mendapat “persetujuan” dari
“instansi terkait”. Menurut penjelasan pasal ini, yang dimaksud Perseroan
tertentu yang memerlukan persyaratan persetujuan dari instansi terkait adalah
Perseroan yang mempunyai “bidang usaha khusus”. Antara lain lembaga keuangan
bank dan yang non-bank. Sedang yang dimaksud dengan instansi terkait, antara
lain Bank Indonesia (“BI”) untuk penggabungan perseroan perbankan.
B. Menyusun rancangan
penggabungan
Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, Perseroan harus
menyusun rancangan penggabungan. Rancangan penggabungan ini diatur dalam Pasal 123 UUPT jo Pasal 7 PP 27/1998:
1. Direksi perseroan yang akan menggabungkan diri dan yang menerima
penggabungan menyusun rancangan penggabungan
2. Rancangan penggabungan harus memuat sekurang-kurangnya:
Ø Nama dan tempat kedudukan
dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
Ø Alasan serta penjelasan
Direksi Perseroan yang akan melakukan Penggabungan dan persyaratan Penggabungan
Ø Tata cara penilaian dan
konversi saham Perseroan yang menggabungkan diri terhadap saham Perseroan yang
menerima Penggabungan
Ø Rancangan perubahan
anggaran dasar Perseroan yang menerima Penggabungan apabila ada
Ø Laporan keuangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a yang meliputi 3 (tiga) tahun buku
terakhir dari setiap Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
Ø Rencana kelanjutan atau
pengakhiran kegiatan usaha dari Perseroan yang akan melakukan Penggabungan
Ø Neraca proforma Perseroan
yang menerima Penggabungan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia
Ø Cara penyelesaian status,
hak dan kewajiban anggota Direksi, Dewan Komisaris, dan karyawan Perseroan yang
akan melakukan Penggabungan diri
Ø Cara penyelesaian hak dan
kewajiban Perseroan yang akan menggabungkan diri terhadap pihak ketiga
Ø Cara penyelesaian hak
pemegang saham yang tidak setuju terhadap Penggabungan Perseroan
Ø Nama anggota Direksi dan
Dewan Komisaris serta gaji, honorarium dan tunjangan bagi anggota Direksi dan
Dewan Komisaris Perseroan yang menerima Penggabungan
Ø Perkiraan jangka waktu
pelaksanaan Penggabungan
Ø Laporan mengenai keadaan,
perkembangan, dan hasil yang dicapai dari setiap Perseroan yang akan melakukan
Penggabungan
Ø Kegiatan utama setiap
Perseroan yang melakukan Penggabungan dan perubahan yang terjadi selama tahun
buku yang sedang berjalan
Ø Dan rincian masalah yang
timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang mempengaruhi kegiatan
Perseroan yang akan melakukan Penggabungan.
3.
Kemudian terhadap rancangan
penggabungan tersebut dimintakan persetujuan kepada Dewan Komisaris dari setiap
perseroan yang menggabungkan diri.
C. Penggabungan disetujui oleh Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”)
Setelah rancangan penggabungan disetujui oleh Dewan Komisaris dari
masing-masing perseroan yang menggabungkan diri, kemudian rancangan tersebut
harus diajukan kepada RUPS masing-masing perseroan untuk mendapat persetujuan.
Pasal 87 ayat (1) UUPT mensyaratkan bahwa keputusan RUPS
diambil berdasarkan musyawarah untuk mufakat. Mengutip yang disampaikan Yahya Harahap (hal. 491), penjelasan
pasal ini mengatakan, yang dimaksud dengan “musyawarah untuk mufakat” adalah
hasil kesepakatan yang disetujui oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili
dalam RUPS.
Ketentuan
mengenai RUPS ini dapat juga kita temui dalam Pasal 89 ayat (1) UUPT yang menyatakan bahwa RUPS untuk menyetujui
Penggabungan dapat dilangsungkan jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan
RUPS yang lebih besar.
Sehubungan
dengan itu, cara mengambil keputusan RUPS dalam rangka penggabungan perseroan
yang harus diterapkan dan ditegakkan (Hukum Perseroan Terbatas, M. Yahya
Harahap, S.H., hal. 491):
Ø Prioritas pertama, didahulukan dan diupayakan keputusan diambil
dengan cara musyawarah untuk mufakat, sehingga dapat menghasilkan keputusan
RUPS yang disetujui bersama oleh pemegang saham yang hadir atau diwakili dalam
RUPS
Ø Namun, apabila gagal mengambil keputusan dengan cara musyawarah untuk
mufakat yang digariskan Pasal 87 ayat
[1] UUPT dimaksud, baru diterapkan dan ditegakkan ketentuan yang
ditetapkan Pasal 89 ayat [1] UUPT,
yakni keputusan RUPS sah apabila disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat)
bagi dari jumlah suara yang dikeluarkan.
Jika RUPS pertama tidak mencapai atau gagal mencapai kuorum, dapat
diadakan RUPS kedua dengan kuorum kehadiran paling sedikit 2/3 (dua
pertiga) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, hadir atau diwakili
dalam RUPS, Sedang
keputusan sah jika disetujui paling sedikit ¾ (tiga perempat) bagian dari
jumlah suara yang dikeluarkan.
Sekiranya RUPS kedua ini gagal karena tidak mencapai kuorum, dapat
lagi diadakan RUPS ketiga dengan jalan perseroan mengajukan permohonan kepada
Ketua Pengadilan Negeri agar ditetapkan kuorum RUPS ketiga (lihat Pasal 86 ayat [5] UUPT).
D. Pembuatan akta
penggabungan
Setelah masing-masing RUPS menyetujui rancangan penggabungan yang
diajukan, maka rancangan penggabungan dituangkan dalam sebuah Akta Penggabungan
(lihat Pasal 128 ayat [1] UUPT)
yang dibuat:
Ø di hadapan notaris
Ø Dalam Bahasa Indonesia.
Kemudian salinan
akta penggabungan tersebut dilampirkan untuk menyampaikan pemberitahuan
penggabungan kepada Menteri Hukum dan HAM (“Menteri”) (lihat Pasal 21 ayat:3 UUPT) “Perubahan anggaran
dasar selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) cukup diberitahukan
kepada Menteri”. untuk dicatat dalam daftar perseroan.
Apabila terdapat
perubahan terhadap Anggaran Dasar (“AD”) sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UUPT “Perubahan anggaran
dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri”. maka perlu
adanya persetujuan dari Menteri. Untuk itu perlu mengajukan permohonan untuk
mendapat persetujuan Menteri atas penggabungan dengan perubahan AD.
E. Pengumuman hasil penggabungan
Pasal 133 ayat (1) UUPT mensyaratkan bagi Direksi perseroan yang menerima penggabungan
wajib mengumumkan hasil penggabungan dengan cara:
Ø Diumumkan dalam 1 (satu)
surat kabar atau lebih
Ø Dilakukan paling lambat 30
(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya penggabungan.
Pengumuman dimaksudkan agar pihak ketiga yang berkepentingan
mengetahui bahwa telah dilakukan Penggabungan, Peleburan, atau Pengambilalihan.
Dalam hal ini pengumuman wajib dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal:
a) persetujuan
Menteri atas perubahan anggaran dasar dalam hal terjadi Penggabungan;
b) pemberitahuan
diterima Menteri baik dalam hal terjadi perubahan anggaran dasar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) maupun yang tidak disertai perubahan anggaran
dasar.
Catatan : Dasar
hukum:
Sumber : http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4d1358d8a0a80/langkah-demi-langkah-proses-merger-perseroan. (Senin, 03 juni 2013 : 10.50)
Evaluasi
keberhasilan dan kegagalan merger
Membuat proyeksi
keberhasilan merger penting dilaksanakan, sebelum merger dilakukan secara
legal. Tahapan diawali dengan due diligence (uji tuntas) atas perusahaan yang
akan dikonsolidasikan. Penilaian dilakukan atas sinergi yang akan diperoleh,
dilihat dari sinergi operasional dan sinergi finansial. Sinergi
operasional, umumnya dengan membandingkan sumber daya masing-masing perusahaan,
antara lain: Visi Misi dan tujuan perusahaan, perencanaan strategik, Sumber
Daya Manusia, jaringan, pangsa pasar, Informasi Teknologi yang digunakan, dan budaya
kerja masing-masing perusahaan.
Evaluasi finansial, didasarkan atas: analisis laporan
keuangan perusahaan, berupa neraca dan laba rugi, baik yang berupa on atau off
balance sheet, serta fee based income. Metoda yang digunakan bermacam-macam,
salah satunya menitik beratkan pada cash
flow, sebagai berikut:
Ø Analisis
proyeksi arus kas dengan menggunakan diskon faktor sesuai biaya dana perusahaan
(Discounted cash flow approach)
Ø Analisis
yang didasakan atas ratio harga saham dengan pendapatan (Price Earning Ratio)
dibandingkan dengan nilai P/E dari perusahaan sejenis
Ø Penilaian
atas dasar nilai buku,yang beberapa pos dari neraca disesuaikan dengan
perkiraan risiko yang mungkin ada sehingga mengurangi nilai buku (Adjusted book
value)
Banyak perusahaan atau Bank yang mengalami kegagalan saat dilakukan
merger, disebabkan, antara lain:
Ø Harga
yang ditetapkan saat dilakukan merger terlalu tinggi akibat analisis sebelumnya
tidak akurat
Ø Sumber
pembiayaan merger berasal dari pinjaman berbiaya tinggi
Ø Asumsi
yang salah dengan mengharapkan booming market, yang ternyata terjadi sebaliknya
Ø Tergesa-gesa,
sebelum dilakukan uji tuntas dengan baik
Ø Perbedaan
kedua perusahaan terlalu besar
Ø Budaya
kerja tak dapat disatukan
Ø Krisis
manajerial karena ingin mempertahankan semua manajemen yang ada di kedua
perusahaan
Kesimpulan:
1. Merger hanya akan dilakukan jika
nilai dari perusahaan hasil merger lebih besar dibanding dengan jumlah nilai
masing-masing perusahaan
2. Walaupun hasil analisis menunjukkan
bahwa hasil merger akan lebih baik, namun tetap memerlukan waktu penyesuaian,
terutama untuk menyatukan budaya kerja dari kedua perusahaan
Sumber data:
Ø Sjahdeini, Sutan remy, Prof. DR. SH. Merger,
Konsolidasi dan Akusisi Bank. Jakarta: Perpustakaan IBI. Tidak dipublikasi
Ø Sumber bacaan lain, dari hasil seminar, ikut
pelatihan dan lain-lain
0 komentar:
Posting Komentar