BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian adalah salah satu saka guru kehidupan negara.
Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemampuan
rakyat. Salah satu penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar.
Kesehatan pasar, sangat tergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan
harga yang seimbang yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara
kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Negara Islam, sejak Rasulullah
SAWdi Madinah cencern pada masalah keseimbang harga ini, terutama pada
bagaimana peran negara dalam mewujudkan harga ini, terutama pada bagaimana
peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah
kestabilan harga.
1.2.Rumusan Masalah
¬ Apa yang dimaksud teori harga
¬ Apa yang dimaksud Mekanisme pasar
¬ Bagaimana kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam
1.3. Tujuan rumusan masalah
¬ Mengetahui tentang teori harga
¬ Mengetahui tentang mekanisme pasar
¬ Mengerti kebijakan moneter dalam
ekonomi Islam
BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HARGA DAN MEKANISME PASAR
SERTA KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI
ISLAM
2.1. Teori
harga dan mekanisme pasar
2.1.1. Teori
harga
Dalam ekonomi bebas, permintaan dan suplai komoditi
menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh
tingkatan kelangkaan pemasokan dan pengadaan peningkatan permintaan suatu
komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen memproduksi
barang-barang itu lebih banyak. Masalah kenaikan harga timbul karena
ketidaksesuaian antara permintaan dan suplai.
Ketidaksesuaian ini terutama karena adanya persaingan yang
tidak sempurna di pasar. Persaingan menjadi tidak sempurna apabila jumlah
penjual dibatasi atau apabila ada perbedaan hasil produksi.
Menurut Yahya Ibn Umar (213-289 H), harga ditentukan oleh kekuatan
pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demond). Namun ia
menambahkan bahwa mekanisme pasar itu harus tunduk kepada kaidah-kaidah.
Diantara kaidah-kaidah tersebut adalah pemerintah berhak melakukan intervensi
pasar ketika terjadi tindakan sewenang-wenang dalam pasar yang dapat
menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.
Namun, dalam menetapkan harga, sebagian ulama tidak setuju.
Asy-Syaukani menyatakan bahwa (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman. Hal
ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a.
2.1.2 Mekanisme
pasar
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas
prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti
kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh
frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim
minkum/mutual goodwill, Sebagaimana disebutkn dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat
29. Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan
as Syaukani sebagai berikut:
حَدَّثَنَا
عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ
سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ
عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ
الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى
اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ
“dari Anas bin Malik r.a. beliau
berkata : harga-harga barang pernah mahal pada masa Rasululah SAW, lalu
orang-orang berkata: “Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah
standar harga untuk kami, lalu Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya Allah-lah
yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya
mengharapkan agar berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun diantara
kamu sekalian yang menuntut saya karena sesuatu kezaliman dalam pertumpahan
darah dan harga”. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)
Selanjutnya pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar
dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang
diharamkan oleh Allah SWT. sebagaimana ayat berikut;
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275)
Dalam pada itu, transaksi yang dilakukan secara benar dan
tidak masuk dalam riba dalam mencari keutamaan Allah bahkan mendapat dukungan
yang kuat dalam agama
“Dan
carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan
berbuat baiklah … (QS. Al Qoshos: 77)
Inilah teori
ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak
menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada
mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak
tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena
Allah-lah yang menentukannya.
Sungguh
menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan,
ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan
kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and demand.
Menurut para pakar ekonomi Islam kontemporer, teori inilah yang diadopsi oleh Bapak
Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands. Menurut
teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Bukankah teori invisible hands
itu lebih tepat dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah). Oleh karena
harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, maka harga
barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan harga tergantung
pada hukum supply and demand.
Namun demikian,
ekonomi Islam memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk melakukan intervensi harga (price intervention) bila para pedagang
melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen
sehingga merusak berlangsungnya mekanisme pasar yang adil
Ibnu Taimiyah, memandang
perlu keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka
melindungi hak-hak. rakyat/masyarakat
luas dari ancaman kezhaliman para pelaku bisnis yang ada, dan untuk kepentingan
manfaat yang lebih besar.Hal ini bertujuan untuk menghapuskan kezaliman dan kemiskinan yang merupakan
kewajiban negara dan membantu penduduk agar mampu mencapai kondisi finansial
yang lebih baik
Di perlukan Peranan Lembaga Hisbah (Lembaga Pengawas pasar),Tujuan utamanya untuk mengontrol situasi harga yang
sedang berkembang; apakah normal atau terjadi lonjakan harga? apakah terjadi
karena kelangkaan barang atau faktor lain yang tidak wajar? Dari inspeksi ini, tim pengawas
mendapatkan data obyektif yang bisa ditindak lanjuti sebagai respons.
2.1.3. Etika Bertransaksi dalam Pasar
¬ Adil
dalam takaran dan timbangan
¬ Larangan
mengkonsumsi riba
¬ Kejujuran
dalam bertransaksi (bermu’amalah)
¬ Larangan
Bai’ Najasy
¬ Larangan
Talaqqi al-rakban(menjemput penjual/adanya asymetric information)
¬ Larangan
menjual barang yang belum sempurna kepemilikannya
¬ Larangan
penimbunan harta (Ikhtikar)
¬ Konsep
kemudahan dan kerelaan dalam pasar
Selain itu ada beberapa kondisi yang
mendorong adanya intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi:
¬ Ikhtikar,
Komoditas yang ditimbun merupakan kebutuhan pokok atau merupakan barang yang
sedang diminati yang tujuannya bersifat spekulatif.
¬ Kewajiban
Intervensi Harga dengan Saddu al-Dzara’I (mencegah terjadinya kerusakan),
sebagian ulama fiqh berpendapat negara mempunyai hak untuk melakukan intervensi
harga apabila terdapat sekelompok orang yang melakukan eksploitasi harga
terhadap komoditas yang ada atau kebutuhan pokok masyarakat dnegan menaikan
harga tanpa adanya justifikasi yang dibenarkan oleh hukum.
¬ Konsep
maslahah, ketika pemerintah memandang hal tersebut sebagai kemaslahatan, maka
saat itu pula intervensi dapat
dijalankan. Ada beberapa kondisi yang memperbolehkannya seperti: dalam waktu
perang, musim paceklik, dan lain sebagainya.
2.2. Kebijakan moneter dalam ekonomi Islam
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk
memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk
mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping
harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali
sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis
ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu
oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.
¬ Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini
pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS),
tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil
karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi
kestabilan mata uang tersebut.
¬ Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi
dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang
diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest)
alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak
perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi
empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi
lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard
yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat
pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada
masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun
demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya
disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah
(41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa
abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami
fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam
nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of
circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam
literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang
pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang
yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di
katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas
baik.
Perkembangan
emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
¬ The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang
yang aktif dalam peredaran.
¬ The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para
meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
¬ The gold exchange standard (bretton
woods system):
di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan
foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di
miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan
uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh
emas dan perak
2.2.1. Kebijakan moneter tanpa bunga
Bunga sesungguhnya merupakan sumber
permasalahan yang mengakibatkanketidak setabilan perekonomian (irfan syanqi beik,
dalam republika 17 oktober 2005) karena bunga adalah instrument yang
menyebabkan ketidak seimbangan sector rill dan moneter.
Dalam perekonomian islam, sector
perbankan tidak mengenal instrument sistim bunga. Sistem keuangan islam
merupakan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing),
bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka.
Besar kecilnya pembagian keuntungan yang di peroleh bank dari kegiatan
investasi dan pembiyayaan yang di lakukan di sector rill. Dalam sistem keuangan
islam, hasil dari investasi dan pembiyayaan yang di lakukan bank di sector rill
yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sector moneter. Artinya
sector moneter memiliki ketergantungan pada sector rill.
Hubungan antara sector moneter dengan sector rill dalam
ekonomi islam antara lain:
¬ Perubahan pada money demand for
speculation
¬ Pemberlakuan kebijakan money supply
yang ekspensif
¬ Money illusion
Sistem keuangan islam sesungguhnya merupakan pelengkap dan
penyempurna sistem ekonomi islam yang berdasarkan kepada produksi dan
perdagangan di sebut juga dengan sector rill. Kegiatan yang tinggi dalam bidang
produksi dan perdagangan akan mempertinggi JUB, sedangkan kegiatan ekonomi yang
lesuakan berakibat rendahnya perputaran dan JUB. Dengan nkata lain permintaan
terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan
berjaga-jaga yang di tentukan pada umumnya oleh di tingkat pendapatan uang
dalam distribusinya. Makin merata distribusi pendapatan, makin besar permintaan
akan uang tingkatan agregat pendapatan tertentu.
Pada perekonomian kapitalis yang menggunakan instrument
bunga, permintaan akan uang karena motif spekulasi pada dasarnya di dorong oleh
fluktuasi suku bunga, jika suku bunga turun dan ada harapan akan naik tidak
lama lagi, biasanya akan mendorong individu/perusahaanuntuk meningkatkan jumlah
uang yang di pegangnya. maka tentu saja penghapusan bunga sekaligus mewajibkan
membayar zakat2,5 % akan meminimalkan spekulatif terhadap uang, sehingga akan
memberikan stabilitas yang lebih besar terhadap permintaan uang. Sejumlah
factor lain akan memperkuat kondisi, antara lain:
¬ Karena tidak ada asset berbasis
bunga, maka seseorang yang memiliki dana harga akan memiliki pilihan untuk
menginvestasikan dananya dalam skema bagi hasil, tentu saja dengan resiko
tertentuatau mendiamkan uangnya tidak produktif tersimpan di tangannya.
¬ Peluang investasi jangka pendek dan
jangka panjang, dengan berbagai tingkatan resiko akan tersedia berbagai
investor tanpa memandang, apakah mereka adalah pengambil resiko tinggi atau
rendah, sejauh mana resiko yang dapat di perkirakan akan dig anti dengan laju
keuntungan yang di harapkan.
¬ Kecuali dalam keadaan resesi, rasa
tidak aka nada orang yang menyimpan sisa uangnya, setelah di kurangi untuk
keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Membeku begitu saja. Ia tentu lebih
memilih berinvestasi pada asset bagi hasil, paling tidak untuk menggantikan
dananya yang tergerus oleh zakat dan inflasi.
Secara
prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“…….
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas
nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil),
kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang,
sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan
melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian
untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
2.2.2. Mengelola kebijakan moneter
Salah satu sebab terjadinya
peredaran uang yang terlalu tinggi adalah terjadinya deficit anggaran yang di
tutup dengan pinjaman.
Menekan deficit anggaran bukanlah pekerjaan gampang diantara
sebabnya adalah:
¬ Sulitnya pemerintah meningkatkan
pembiyayaan yang memadai melalui perpajakan dan sumber-sumber pemasukan
noninflasioner lainnya untuk memenuhi pengeluaran produktif dan penting
lainnya.
¬ Kurangnya kesediaan pemerintah untuk
meredukasi secara substansial pengeluaran Negara yang mubazir dan tidak
produktif.
Suatu pemerintahan muslim haruslah berani menghapus kedua
sumber defisit anggaran itu agar lebihefektif dalam menjalankan kebijakan
moneternya.
Sesungguhnya, menghapus pengeluaran yang tidak produktif dan
mubazir, merupakan kewajiban muslim bagi pemerintah itu menjadi suatu
keniscahyaan karena mereka menggunakan sumberdaya yang di sediakan oleh rakyat
sebagai suatu amanah. Sumber-sumber daya itu harus di manfaatkan secara efesien
dan efektif, di barengi dengan perasaan tanggung jawab kepada Allah. Rasulallah
SAW, bersabda
“ siapa saja yang sudah di beri
amanah oleh rakyat tetapi tidak melaksanakannya dengan jujur tidak akan mencium
bau surga”.
2.2.3. Instrument kebijakan moneter
A. Instrument moneter konvensional
¬ Oparsai pasar terbuka (open market
operation) atau OMO yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
¬ Tingkat disconto (discount rate)
atau fasilitas diskonto yang mempengaruhi biayaya uang.
¬ Ketentuan cadangan minuman (reserve
requiment) atau RR yang mempengaruhi jumlah kewajiaban minimum dana pihak
ketiga yang harus di simpan (tidak boleh di salurkan sebagai keredit) oleh
bank.
¬ Himbauan moral (moral suasion) yang
mempengaruhi tindak tanduk para banker dan manajer senior institusi-institusi
financial dalam kegiatan oprasional keseharian bisnisnya agar searah dengan
kepentingan publik/pemerintah.
B. Instrument moneter islam
¬ Mazhab
pertama (iqtishaduna), Pada masa awal islam dapat di katakana bahwa tidak di
perlukan suatu kebijakan moneterdi karnakan hamper tidak adanya sistem
perbankan dan meminimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai
untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran uang (Ms) melalui
kebijakan diskresioner. Selainitu, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan
uan, karena kredit hanya di gunakan di antara para pedagang saja serta
peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promissory notes) dan instrument
negoisasi (negotiable instruments) di rancang sedemikian rupa sehingga tidak
memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan uang.
¬ Mazhab
kedua (mainstream), Tujuan kebijakan moneter yang di berlakukan oleh pemerintah
adalah maksimisasi sumber daya (resources) yang ada agar di alokasikan pada kegiatan
perekonomian yang produktif di dalam
al-quran sudah jelas bahwa kita di larang untuk melakukan penumpukan uang
(money hoarding) yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak
memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan, kekayaan yang tidak tersebut akan menjadikan uang tersebut tidak
memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara
keseluruhan , kekayaan yang tidak ideal tersebut akan menjadikan sumber dana
yang apada awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif. Oleh sebab itu, mazhab kedua ini
merancang sebuah instrument kebijakan yang di tujukan untuk mempengaruhi besar
kecilnya permintaan uang (Md) agar dapat di alokasikan pada peningkatan
produktifitas perekonomian secara keseluruhan.
¬ Mazhab
ketiga (Alternatif), Mazhab ke tiga ini sangat banyak di pengaruhi oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr M.A.
choudury . sistem kebijakan moneter yang
di anjurkan oleh mazhab ini adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas
moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sector rill.
Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian di tauangkan dalam
bentuk instrument moneter biasanya adalah harmonisasi dengan
kebijakan-kebijakan di sector rill.
Lalu instrument apa yang dapat di
gunakan untuk mengelola kebijakan moneter di Negara muslim? Instrument yang di
perlukan adalah satu kebijakan moneter yang tidak saja akan membantu mengatur
penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap uang, tetapi juga
memenuhi kebutuhan untuk membiyayai deficit pemerintah yang benar-benar rill
dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat islam lainnya.
Kesimpulan yang bisa kita ambil dari
uraian di atas adalah bahwa tidak ada satupun instrument kebijakan moneter yang
di gunakan saat ini di berlakukan pada masa awal priode ke islaman , karena
“minimnya” sistem perbankan dank arena penggunaan uang sebagai alat tukar,
tidak ada alasan untuk melakukan perubahan supplay uang melalui kebijakan
diskresioner, lagi pula kredit tidak memiliki peran dalam menciptakan uang
faktornya antara lain.:
¬ Kredit hanya di gunakan di antara
sebagian pedagang
¬ Peraturan pemerintah tentang
promisorry notes (surat pinjaman/kesanggupan) dan neglotiable instruments
(alat-alat negoisasi) dibuat sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem
kredeit menciptakan uang
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas yang menjadi
titik pentingnya adalah bahwa regulasi pasar dalam islam adalah dimaksudkan
agar terjaganya hak dari semua pihak, baik pembeli maupun penjual.
Haruslah disadari, untuk mewujudkan
sasaran islam, tidak saja harus melakukan reformasi dan perekonomian dan
masyarakat sejalan dengan garis-garis islam, tetapi juga memerlukan peran
positif pemerintah dan semua kebijakan pemerintah Negara termasukfiskal,
moneter, dan pendapatan, harus berjalan seirama. Praktik-praktik yang
monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus di lakukan untuk
menghapuskan kekakuan structural dan menggalakkan semua factor yang mampu
menghasilkan peningkatan penawaran barang dan jasa.
3.2. Saran.
Kita
sebagai umat Muslim seharusnya mempelajari, mencontoh dan menjalankan
syariat-syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Terkhusus dalam hal ini
teori harga dan Mekanisme pasar serta kebijakan moneter dalam ekonomi Islam.
Daftar
Pustaka
¬ Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam
Islam, Terjemahan Zainal Arifin, Gema Insani Press, Cet 1, Jakrta, 1997
¬ Akram Khan, Muhammad, Ajaran Nabi
Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi),
PT Bank Muamalat Indonesia
¬ Al Mishry, Rofiq Yunus, Ushul Al
Iqtishod Al Islamy, ad Dar as Sahiy, Berut, tt,
Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI
Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI
¬ Nasution, Mustofa Edwin, dkk.,
Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta cet
II, 2007
¬ Husnul K, et.al. “Makalah Diskusi
Sejarah Pemikiran EkonomiIslam pada masa Daulah Abbasiyah II”
¬ Sejarah Pemikiran ekonomi Islam
Edisi kedua, raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006
¬ Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Perwataatmadja, H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selam Daulah Umayyah (41-132 H/661-750 M)”
Perwataatmadja, H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selam Daulah Umayyah (41-132 H/661-750 M)”
0 komentar:
Posting Komentar