Minggu, 09 Juni 2013

Teori Herga dan Mekanisme Pasar


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perekonomian adalah salah satu saka guru kehidupan negara. Perekonomian negara yang kokoh akan mampu menjamin kesejahteraan dan kemampuan rakyat. Salah satu penunjang perekonomian negara adalah kesehatan pasar. Kesehatan pasar, sangat tergantung pada mekanisme pasar yang mampu menciptakan harga yang seimbang yakni tingkat harga yang dihasilkan oleh interaksi antara kekuatan permintaan dan penawaran yang sehat. Negara Islam, sejak Rasulullah SAWdi Madinah cencern pada masalah keseimbang harga ini, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan harga ini, terutama pada bagaimana peran negara dalam mewujudkan kestabilan harga dan bagaimana mengatasi masalah kestabilan harga.

1.2.Rumusan Masalah
¬  Apa yang dimaksud teori harga
¬  Apa yang dimaksud Mekanisme pasar
¬  Bagaimana kebijakan moneter dalam ekonomi Islam

1.3. Tujuan rumusan masalah
¬  Mengetahui tentang teori harga
¬  Mengetahui tentang mekanisme pasar
¬  Mengerti kebijakan moneter dalam ekonomi Islam












BAB II
PEMBAHASAN
TEORI HARGA DAN MEKANISME PASAR
SERTA KEBIJAKAN MONETER DALAM EKONOMI ISLAM

2.1. Teori harga dan mekanisme pasar
2.1.1. Teori harga
Dalam ekonomi bebas,  permintaan dan suplai komoditi menentukan harga normal yang mengukur permintaan efektif yang ditentukan oleh tingkatan kelangkaan pemasokan dan pengadaan peningkatan permintaan suatu komoditi cenderung menaikkan harga, dan mendorong produsen memproduksi barang-barang itu lebih banyak. Masalah kenaikan harga timbul karena ketidaksesuaian antara permintaan dan suplai.
Ketidaksesuaian ini terutama karena adanya persaingan yang tidak sempurna di pasar. Persaingan menjadi tidak sempurna apabila jumlah penjual dibatasi atau apabila ada perbedaan hasil produksi.
Menurut Yahya Ibn Umar (213-289 H), harga ditentukan oleh kekuatan pasar, yakni kekuatan penawaran (supply) dan permintaan (demond). Namun ia menambahkan bahwa mekanisme pasar itu harus tunduk kepada kaidah-kaidah. Diantara kaidah-kaidah tersebut adalah pemerintah berhak melakukan intervensi pasar ketika terjadi tindakan sewenang-wenang dalam pasar yang dapat menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat.
Namun, dalam menetapkan harga, sebagian ulama tidak setuju. Asy-Syaukani menyatakan bahwa (pematokan harga) merupakan suatu kezaliman. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik r.a.

2.1.2 Mekanisme pasar
Konsep Islam menegaskan bahwa pasar harus berdiri di atas prinsip persaingan bebas (perfect competition). Namun demikian bukan berarti kebebasan tersebut berlaku mutlak, akan tetapi kebebasan yang dibungkus oleh frame syari’ah. Dalam Islam, Transaksi terjadi secara sukarela (antaradim minkum/mutual goodwill, Sebagaimana disebutkn dalam Qur’an surat An Nisa’ ayat 29. Didukung pula oleh hadits riwayat Abu dawud, Turmudzi, dan Ibnu Majjah dan as Syaukani sebagai berikut:

حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا عَفَّانُ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ أَخْبَرَنَا ثَابِتٌ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ وَقَتَادَةُ وَحُمَيْدٌ عَنْ أَنَسٍ قَالَ النَّاسُ يَا رَسُولَ اللَّهِ غَلَا السِّعْرُ فَسَعِّرْ لَنَا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمُسَعِّرُ الْقَابِضُ الْبَاسِطُ الرَّازِقُ وَإِنِّي لَأَرْجُو أَنْ أَلْقَى اللَّهَ وَلَيْسَ أَحَدٌ مِنْكُمْ يُطَالِبُنِي بِمَظْلَمَةٍ فِي دَمٍ وَلَا مَالٍ

“dari Anas bin Malik r.a. beliau berkata : harga-harga barang pernah mahal pada masa Rasululah SAW, lalu orang-orang berkata: “Ya Rasulullah, harga-harga menjadi mahal, tetapkanlah standar harga untuk kami, lalu Rasulullah SAW bersabda: “sesungguhnya Allah-lah yang menetapkan harga, yang menahan dan membagikan rizki, dan sesungguhnya saya mengharapkan agar berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak seorangpun diantara kamu sekalian yang menuntut saya karena sesuatu kezaliman dalam pertumpahan darah dan harga”. (HR. Abu Daud dan Ibn Majah)

Selanjutnya pasar yang adil akan melahirkan harga yang wajar dan juga tingkat laba yang tidak berlebihan, sehingga tidak termasuk riba yang diharamkan oleh Allah SWT. sebagaimana ayat berikut;

Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (QS Al Baqarah: 275)

Dalam pada itu, transaksi yang dilakukan secara benar dan tidak masuk dalam riba dalam mencari keutamaan Allah bahkan mendapat dukungan yang kuat dalam agama

“Dan carilah apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah … (QS. Al Qoshos: 77)

Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya.
Sungguh menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah atau hukum supply and demand.
Menurut para pakar ekonomi Islam kontemporer, teori inilah yang diadopsi oleh Bapak Ekonomi Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible  hands). Bukankah teori invisible hands itu lebih tepat dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah). Oleh karena harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, maka harga barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan harga tergantung pada hukum supply and demand.
Namun demikian, ekonomi Islam memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk melakukan intervensi harga (price intervention) bila para pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang menekan dan merugikan konsumen sehingga merusak berlangsungnya mekanisme pasar yang adil
Ibnu Taimiyah, memandang perlu keterlibatan (intervensi) negara dalam aktifitas ekonomi dalam rangka melindungi  hak-hak. rakyat/masyarakat luas dari ancaman kezhaliman para pelaku bisnis yang ada, dan untuk kepentingan manfaat yang lebih besar.Hal ini bertujuan untuk menghapuskan kezaliman dan kemiskinan yang merupakan kewajiban negara dan membantu penduduk agar mampu mencapai kondisi finansial yang lebih baik
Di perlukan Peranan Lembaga Hisbah (Lembaga Pengawas pasar),Tujuan utamanya untuk mengontrol situasi harga yang sedang berkembang; apakah normal atau terjadi lonjakan harga? apakah terjadi karena kelangkaan barang atau faktor lain yang tidak wajar? Dari inspeksi ini, tim pengawas mendapatkan data obyektif yang bisa ditindak lanjuti sebagai respons.
2.1.3. Etika Bertransaksi dalam Pasar
¬  Adil dalam takaran dan timbangan
¬  Larangan mengkonsumsi riba
¬  Kejujuran dalam bertransaksi (bermu’amalah)
¬  Larangan Bai’ Najasy
¬  Larangan Talaqqi al-rakban(menjemput penjual/adanya asymetric information)
¬  Larangan menjual barang yang belum sempurna kepemilikannya
¬  Larangan penimbunan harta (Ikhtikar)
¬  Konsep kemudahan dan kerelaan dalam pasar

Selain itu ada beberapa kondisi yang mendorong adanya intervensi pemerintah dalam kehidupan ekonomi:
¬  Ikhtikar, Komoditas yang ditimbun merupakan kebutuhan pokok atau merupakan barang yang sedang diminati yang tujuannya bersifat spekulatif.
¬  Kewajiban Intervensi Harga dengan Saddu al-Dzara’I (mencegah terjadinya kerusakan), sebagian ulama fiqh berpendapat negara mempunyai hak untuk melakukan intervensi harga apabila terdapat sekelompok orang yang melakukan eksploitasi harga terhadap komoditas yang ada atau kebutuhan pokok masyarakat dnegan menaikan harga tanpa adanya justifikasi yang dibenarkan oleh hukum.
¬  Konsep maslahah, ketika pemerintah memandang hal tersebut sebagai kemaslahatan, maka saat itu pula intervensi  dapat dijalankan. Ada beberapa kondisi yang memperbolehkannya seperti: dalam waktu perang, musim paceklik, dan lain sebagainya.

2.2. Kebijakan moneter dalam  ekonomi Islam
Kebijakan Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang hingga kini masih terus berlangsung, disamping harus menata sektor riil, yang tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang semuanya terkait dengan masalah uang.

¬  Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak, pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
¬  Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.

Sistem moneter sepanjang zaman telah mengalami banyak perkembangan, sistem keuangan inilah yang paling banyak di lakukan studi empiris maupun historis bila di bandingkan dengan disiplin ilmu ekonomi lainnya.sistem keuangan pada zaman Rosulullah di gunakan bimatalic standard yaitu emas dan perak (dirham dan dinar) karena keduanya merupakan alat pembayaran yang sah dan beredar di masyarakat. Nilai tukar emas dan perak pada masa Rosulallah ini relative stabil dengan nilai kurs dirham-dinar 1:10, namun demikian, setabilitas nilai kurs pernah mengalami gangguan karena adanya disequilibrium antara supply dan demand. Misalkan pada masa bani umayyah (41/662-132/750) rasio kurs antara dinar-dirham 1:12, sedangkan pada masa abbasiyah (132/750-656/1258) berada pada kisaran 1:15.
Pada masa yang lain nilai tukar dirham-dinar mengalami fluktuasi dengan nilai oaling rendah pada level 1:35-1:50. Instabilitas dalam nilai tukar yang ini akan mengakibatkan terjadinya bad coins out of circulations atau kualitas buruk akan menggantikan uang kualitas baik, dalam literature konvensional peristiwa ini di sebut hukum Gresham. Seperi yang pernah terjadi pada masa pemerintahan bany mamluk (1263-1328), dimana mata uang yang beredar tersebut dari fulus (tembaga) mendesak keberadaan uang  logam emas dan perak . oleh ibnu taimiyah di katakana bahwa uang dengan kualitas rendah akan menendang keluar uang kualitas baik.
Perkembangan emas sebagai standar dari uang beredar mengalami tiga kali evolusi yaitu:
¬  The gold cins standard : di mana logam emas mulia sebagai uang yang aktif dalam peredaran.
¬  The gold bullion standard : di mana logam emas sebagai para meter dalam menentukan nilai tukar uang yang beredar.
¬  The gold exchange standard (bretton woods system): di mana otoritas moneter menentukan nilai tukar domestic currency dengan foreign currency yang mampu di back-up secara penuh oleh cadangan emas yang di miliki. Dengan perkembangan sistem keuangan yang demikian pesat telah memunculkan uang fiducier (kredit money) yaitu uang yang keberadaannya tidak diback-up oleh emas dan perak

2.2.1. Kebijakan moneter tanpa bunga
Bunga sesungguhnya merupakan sumber permasalahan yang mengakibatkanketidak setabilan perekonomian (irfan syanqi beik, dalam republika 17 oktober 2005) karena bunga adalah instrument yang menyebabkan ketidak seimbangan sector rill dan moneter.
Dalam perekonomian islam, sector perbankan tidak mengenal instrument sistim bunga. Sistem keuangan islam merupakan sistem pembagian keuntungan dan kerugian (profit and loss sharing), bukan kepada tingkat bunga yang telah menetapkan tingkat keuntungan di muka. Besar kecilnya pembagian keuntungan yang di peroleh bank dari kegiatan investasi dan pembiyayaan yang di lakukan di sector rill. Dalam sistem keuangan islam, hasil dari investasi dan pembiyayaan yang di lakukan bank di sector rill yang menentukan besar kecilnya pembagian keuntungan di sector moneter. Artinya sector moneter memiliki ketergantungan pada sector rill.
Hubungan antara sector moneter dengan sector rill dalam ekonomi islam antara lain:
¬  Perubahan pada money demand for speculation
¬  Pemberlakuan kebijakan money supply yang ekspensif
¬  Money illusion

Sistem keuangan islam sesungguhnya merupakan pelengkap dan penyempurna sistem ekonomi islam yang berdasarkan kepada produksi dan perdagangan di sebut juga dengan sector rill. Kegiatan yang tinggi dalam bidang produksi dan perdagangan akan mempertinggi JUB, sedangkan kegiatan ekonomi yang lesuakan berakibat rendahnya perputaran dan JUB. Dengan nkata lain permintaan terhadap uang akan lahir terutama dari motif transaksi dan tindakan berjaga-jaga yang di tentukan pada umumnya oleh di tingkat pendapatan uang dalam distribusinya. Makin merata distribusi pendapatan, makin besar permintaan akan uang tingkatan agregat pendapatan tertentu.
Pada perekonomian kapitalis yang menggunakan instrument bunga, permintaan akan uang karena motif spekulasi pada dasarnya di dorong oleh fluktuasi suku bunga, jika suku bunga turun dan ada harapan akan naik tidak lama lagi, biasanya akan mendorong individu/perusahaanuntuk meningkatkan jumlah uang yang di pegangnya. maka tentu saja penghapusan bunga sekaligus mewajibkan membayar zakat2,5 % akan meminimalkan spekulatif terhadap uang, sehingga akan memberikan stabilitas yang lebih besar terhadap permintaan uang. Sejumlah factor lain akan memperkuat kondisi, antara lain:
¬  Karena tidak ada asset berbasis bunga, maka seseorang yang memiliki dana harga akan memiliki pilihan untuk menginvestasikan dananya dalam skema bagi hasil, tentu saja dengan resiko tertentuatau mendiamkan uangnya tidak produktif tersimpan di tangannya.
¬  Peluang investasi jangka pendek dan jangka panjang, dengan berbagai tingkatan resiko akan tersedia berbagai investor tanpa memandang, apakah mereka adalah pengambil resiko tinggi atau rendah, sejauh mana resiko yang dapat di perkirakan akan dig anti dengan laju keuntungan yang di harapkan.
¬  Kecuali dalam keadaan resesi, rasa tidak aka nada orang yang menyimpan sisa uangnya, setelah di kurangi untuk keperluan transaksi dan berjaga-jaga. Membeku begitu saja. Ia tentu lebih memilih berinvestasi pada asset bagi hasil, paling tidak untuk menggantikan dananya yang tergerus oleh zakat dan inflasi.

Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter islam tidak berbeda dengan tujuan
kebijakan moneter konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik
secara internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang diharapkan dapat tercapai.
Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia.
Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152

………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….

“……. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”

Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil), kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang, sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.

2.2.2. Mengelola kebijakan moneter
Salah satu sebab terjadinya peredaran uang yang terlalu tinggi adalah terjadinya deficit anggaran yang di tutup dengan pinjaman.
Menekan deficit anggaran bukanlah pekerjaan gampang diantara sebabnya adalah:
¬  Sulitnya pemerintah meningkatkan pembiyayaan yang memadai melalui perpajakan dan sumber-sumber pemasukan noninflasioner lainnya untuk memenuhi pengeluaran produktif dan penting lainnya.
¬  Kurangnya kesediaan pemerintah untuk meredukasi secara substansial pengeluaran Negara yang mubazir dan tidak produktif.

Suatu pemerintahan muslim haruslah berani menghapus kedua sumber defisit anggaran itu agar lebihefektif dalam menjalankan kebijakan moneternya.
Sesungguhnya, menghapus pengeluaran yang tidak produktif dan mubazir, merupakan kewajiban muslim bagi pemerintah itu menjadi suatu keniscahyaan karena mereka menggunakan sumberdaya yang di sediakan oleh rakyat sebagai suatu amanah. Sumber-sumber daya itu harus di manfaatkan secara efesien dan efektif, di barengi dengan perasaan tanggung jawab kepada Allah. Rasulallah SAW, bersabda

“ siapa saja yang sudah di beri amanah oleh rakyat tetapi tidak melaksanakannya dengan jujur tidak akan mencium bau surga”.

2.2.3. Instrument kebijakan moneter
A. Instrument moneter konvensional
¬  Oparsai pasar terbuka (open market operation) atau OMO yang mempengaruhi jumlah uang yang beredar.
¬  Tingkat disconto (discount rate) atau fasilitas diskonto yang mempengaruhi biayaya uang.
¬  Ketentuan cadangan minuman (reserve requiment) atau RR yang mempengaruhi jumlah kewajiaban minimum dana pihak ketiga yang harus di simpan (tidak boleh di salurkan sebagai keredit) oleh bank.
¬  Himbauan moral (moral suasion) yang mempengaruhi tindak tanduk para banker dan manajer senior institusi-institusi financial dalam kegiatan oprasional keseharian bisnisnya agar searah dengan kepentingan publik/pemerintah.

B. Instrument moneter islam
¬  Mazhab pertama (iqtishaduna), Pada masa awal islam dapat di katakana bahwa tidak di perlukan suatu kebijakan moneterdi karnakan hamper tidak adanya sistem perbankan dan meminimnya penggunaan uang. Jadi tidak ada alasan yang memadai untuk melakukan perubahan-perubahan terhadap penawaran uang (Ms) melalui kebijakan diskresioner. Selainitu, kredit tidak memiliki peran dalam penciptaan uan, karena kredit hanya di gunakan di antara para pedagang saja serta peraturan pemerintah tentang surat peminjaman (promissory notes) dan instrument negoisasi (negotiable instruments) di rancang sedemikian rupa sehingga tidak memungkinkan sistem kredit tersebut menciptakan uang.
¬  Mazhab kedua (mainstream), Tujuan kebijakan moneter yang di berlakukan oleh pemerintah adalah maksimisasi sumber daya (resources) yang ada agar di alokasikan pada kegiatan perekonomian yang produktif  di dalam al-quran sudah jelas bahwa kita di larang untuk melakukan penumpukan uang (money hoarding) yang pada akhirnya akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, kekayaan yang tidak tersebut akan menjadikan uang tersebut tidak memberikan manfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan , kekayaan yang tidak ideal tersebut akan menjadikan sumber dana yang apada awalnya bersifat produktif menjadi tidak produktif. Oleh sebab itu, mazhab kedua ini merancang sebuah instrument kebijakan yang di tujukan untuk mempengaruhi besar kecilnya permintaan uang (Md) agar dapat di alokasikan pada peningkatan produktifitas perekonomian secara keseluruhan.
¬  Mazhab ketiga (Alternatif), Mazhab ke tiga ini sangat banyak di pengaruhi  oleh pemikiran-pemikiran ilmiah dari Dr M.A. choudury . sistem kebijakan moneter  yang di anjurkan oleh mazhab ini adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas moneter adalah berdasarkan musyawarah sebelumnya dengan otoritas sector rill. Jadi keputusan-keputusan kebijakan moneter yang kemudian di tauangkan dalam bentuk instrument moneter biasanya adalah harmonisasi dengan kebijakan-kebijakan di sector rill.

Lalu instrument apa yang dapat di gunakan untuk mengelola kebijakan moneter di Negara muslim? Instrument yang di perlukan adalah satu kebijakan moneter yang tidak saja akan membantu mengatur penawaran uang seirama terhadap permintaan rill terhadap uang, tetapi juga memenuhi kebutuhan untuk membiyayai deficit pemerintah yang benar-benar rill dan mencapai sasaran sosioekonomi masyarakat islam lainnya.
                  Kesimpulan yang bisa kita ambil dari uraian di atas adalah bahwa tidak ada satupun instrument kebijakan moneter yang di gunakan saat ini di berlakukan pada masa awal priode ke islaman , karena “minimnya” sistem perbankan dank arena penggunaan uang sebagai alat tukar, tidak ada alasan untuk melakukan perubahan supplay uang melalui kebijakan diskresioner, lagi pula kredit tidak memiliki peran dalam menciptakan uang faktornya antara lain.:
¬  Kredit hanya di gunakan di antara sebagian pedagang
¬  Peraturan pemerintah tentang promisorry notes (surat pinjaman/kesanggupan) dan neglotiable instruments (alat-alat negoisasi) dibuat sedemikian rupa hingga tidak memungkinkan sistem kredeit menciptakan uang


BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari uraian diatas yang menjadi titik pentingnya adalah bahwa regulasi pasar dalam islam adalah dimaksudkan agar terjaganya hak dari semua pihak, baik pembeli maupun penjual.
Haruslah disadari, untuk mewujudkan sasaran islam, tidak saja harus melakukan reformasi dan perekonomian dan masyarakat sejalan dengan garis-garis islam, tetapi juga memerlukan peran positif pemerintah dan semua kebijakan pemerintah Negara termasukfiskal, moneter, dan pendapatan, harus berjalan seirama. Praktik-praktik yang monopolistis harus dihilangkan dan setiap usaha harus di lakukan untuk menghapuskan kekakuan structural dan menggalakkan semua factor yang mampu menghasilkan peningkatan penawaran barang dan jasa.

3.2. Saran.
            Kita sebagai umat Muslim seharusnya mempelajari, mencontoh dan menjalankan syariat-syariat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Terkhusus dalam hal ini teori harga dan Mekanisme pasar serta kebijakan moneter dalam ekonomi Islam.










Daftar Pustaka
¬  Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam Islam, Terjemahan Zainal Arifin, Gema Insani Press, Cet 1, Jakrta, 1997
¬  Akram Khan, Muhammad, Ajaran Nabi Muhammad SAW Tentang Ekonomi (Kumpulan Hadits-Hadits Pilihan Tentang Ekonomi), PT Bank Muamalat Indonesia
¬  Al Mishry, Rofiq Yunus, Ushul Al Iqtishod Al Islamy, ad Dar as Sahiy, Berut, tt,
Al Qur’an al Karim, Departemen Agama RI
¬  Nasution, Mustofa Edwin, dkk., Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, Kencana Prenada Media Group, Jakarta cet II, 2007
¬  Husnul K, et.al. “Makalah Diskusi Sejarah Pemikiran EkonomiIslam pada masa Daulah Abbasiyah II”
¬  Sejarah Pemikiran ekonomi Islam Edisi kedua, raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006
¬  Mujahidin, Akhmad, Ekonomi Islam, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007
Perwataatmadja, H. Karnaen A, “Perkembangan Pemikiran Sistem Ekonomi Selam Daulah Umayyah (41-132 H/661-750 M)”




0 komentar:

Posting Komentar

 
;